Tuesday, October 17, 2017

Cinta Tak Direstui? Berjuang!

Apa yang ada di benak kalian jika mendengar kalimat Cinta Tak Direstui ? Nyesek? Sakit? Perih? Pasti yang pernah mengalami, tahu benar seperti apa rasanya. Memang di dunia ini tidak semua yang kita harapkan berjalan mulus, akan ada banyak rintangan yang harus dihadapi untuk mencapai suatu tujuan.
Ada yang mencintai namun tidak dicintai, adapula yang dicintai namun tidak mencintai. Menyatukan dua hati memang tidak mudah. Beruntung aku dicintai oleh seseorang yang aku cintai. Seperti di cerita sebelumnya, kami memang bukanlah sepasang kekasih yang baru kenal saat dewasa. Ya, ia adalah laki-laki yang menjadi sahabatku sejak kecil. Ia tahu benar seperti apa sifat dan keseharianku dulu.

Ia adalah satu-satunya lelaki yang berani aku pajang fotonya di dinding kamarku, ia adalah satu-satunya lelaki yang tau rumahku, dan ia adalah satu-satunya lelaki yang benar-benar aku ceritakan kepada orangtuaku.
Namun, ternyata aku harus menelan kepahitan. Rintangan yang kami hadapi selama menjalin hubungan bukanlah hanya pulsa, kuota, jarak darat & lautan, melainkan restu dari orangtuaku.
Mereka menentang keras hubungan kami, entah apa alasannya. Mungkin mereka ingin yang terbaik untuk masa depanku kelak. Namun, aku yakin! Tujuan dan niat baik akan selalu menjadi yang terbaik.

Memang sejak kami menjalin hubungan pada 26 Juli 2015, ia pernah menyampaikan keinginanya agar aku mau menjadi pendamping hidupnya selamanya dan ingin menemui kedua orangtuaku untuk membicarakan rencana pernikahan. Awalnya aku ragu dengan ucapannya. Apakah mungkin ia bisa manjaga mata dan hatinya hanya kepadaku? Karena LDR bukanlah hal yang mudah. Apalagi kami sangat sulit untuk bertemu.

Cinta yang kami lalui tanpa restu masih sanggup kami jalani dengan canda dan tawa.  Kami sangat bahagia meski kami hanya mampu menyapa rindu via telepon, bukan seperti sepasang kekasih diluar sana yang bisa pergi jalan dan makan berdua setiap hari.
Pada tanggal 4 Februari 2016 ia benar-benar menepati janjinya. Ia mengutarakan niatnya untuk mempersuntingku. Namun ternyata respon kedua orangtuaku tidak seperti dugaan kami. Tak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut kedua orangtuaku. Aku tidak menyalahkan kedua orangtuaku. Mungkin saja mereka belum yakin karena ia datang hanya sendiri.
Jegeerrr!! Seperti disambar petir rasanya. Entah perasaan apa yang dirasakan kekasihku saat itu, ia hanya tertunduk diam.

Malam itu ia langsung memutuskan untuk pulang. Suasana hujan dan berpetir. Mataku seakan tak kuasa menahan air mata kala melihat ia pergi semakin jauh melangkah dibawah derasnya gemericik air hujan bersama sejuta rasa sakit yang ia dapat. 
Sesaat kemudian ada pesan singkat masuk di ponselku

"Sayang, aku ga bisa pulang malam ini soalnya ombak besar. Aku tunda jadi besok subuh. Malam ini aku tidur di Pelabuhan aja. Kamu jangan sedih. Aku kuat, aku gpp kok, kita hadapi semuanya sama-sama. Aku bertahan sampe kita bisa nikah"

Sontak aku menangis sejadi-jadinya setelah selesai membaca pesan tersebut 


Setelah malam itu, kami menjalani hari-hari yang cukup berat. Di kota yang berbeda, sulitnya bertemu sehingga konflik yang terjadi hanya dapat diselesaikan via ponsel. Konflik yang terjadi bukanlah ulah aku ataupun dia, bukan pula karena kami saling menyakiti, apalagi karna perselingkuhan. Melainkan sampai kapan harus seperti ini? Pertanyaan yang bahkan kami pun tidak mengetahui jawabannya.
Merasakan sulitnya berdamai dengan rindu ketika rindu datang seolah mencabik-cabik perasaan. 1 jam, 1 menit, 1 detik benar-banar berharga bagi kami.
Entah sudah berapa banyak air mata yang keluar, entah sudah berapa kali aku hampir menyerah, dan entah sudah berapa kali kami saling menguatkan.
Ya! Kami kuat karena mimpi itu teramat indah untuk dilepas begitu saja. Dari rencana pernikahan, punya anak yang lucu, punya rumah, punya mobil, punya usaha sendiri, punya cucu, menjadi keluarga yang bahagia dan sebagainya.

My Weding

Dan ternyata keajaiban itu datang. Disaat aku sudah tidak menginginkan pernikahan dan hanya menikmati hari-hari LDR. Januari 2017 Orangtuaku mengundang kekasihku untuk datang ke rumah. Namun tak ku hiraukan karena aku takut ia hanya akan menelan kekecewaan seperti dulu.

Untuk kesekian kalinya orangtuaku mengutarakan hal yang sama. Akhirnya akupun menyampaikan hal tersebut. Datanglah ia, ditengah-tengah perbincangan terselip kalimat yang bahkan akupun tak mempercayainya.
Gleekk!!! Benarkah ini? Apakah ini hanya mimpi?
Memang kekasihku beberapa kali menghubungi orangtuaku untuk ikut bekerja namun selalu tak pernah ada tanggapan.

Kekasihku memulai hari baru di kota C dengan status sebagai karyawan orangtuaku. Kami bertemu setiap hari meski tidak dapat saling bicara namun setidaknya kami saling tau dan saling melihat. Semuanya perlahan-lahan menunjukan titik terang untuk hubungan kami. Ditengah-tengah kesibukannya bekerja, kami mulai mempersiapkan pernikahan hanya dalam waktu 3 bulan. Kekasihku mulai akrab dengan kedua adikku, orangtuaku mulai menerima kehadirannya.


Tiba pada hari H pernikahan 12 Maret 2017. Moment sakral yang selama ini kami impikan. Setelah ikrar ijab qabul, kekasihku yang kini telah sah menjadi imamku tak kuasa menahan tangis haru. Bagaimana denganku? Tentu saja. Aku seperti mati rasa dan tak percaya dengan semua ini.
"Sayang, tembok besar cin* goyah, kita berhasil hehe ", Candanya 😁
Kini mimpi kami semakin banyak. Terwujud atau tidak yang penting kami selalu berusaha. Karena tak akan pernah ada perjuangan yang sia-sia. Jika gagal menjadi pelajaran, jika berhasil itu merupakan hadiah dari Sang Pencipta. Tugas kita hanyalah bagaimana kita menjaga dan merawatnya agar tetap "INDAH"

No comments: